Nawaal El Saadawi lahir pada tanggal 27 Oktober 1931. Ia seorang penulis feminis Mesir, aktivis, dokter, dan psikiater. Ia telah banyak menulis buku-buku yang subjeknya adalah perempuan dalam Islam yang meninjau praktik sunatan alat kelamin bagi perempuan di masyarakatnya.
Ia lulus dari Fakultas Kedokteran tahun 1955 dari Universitas Kairo. Melalui praktik medisnya, ia mengamati bahwa kesehatan fisik perempuan dan masalah kejiwaan karena terkait dengan praktik budaya yang menindas, penindasan patriarkal, penindasan kelas dalam masyarakat, dan penindasan imperialis. Beban ganda inilah yang menindas kaum perempuan di Mesir yang menjadi objek penelitiannya.Ketika ia berpraktik sebagai dokter di tempat kelahiran�nya di Kafr Tahla, ia mengamati kesulitan dan ketidaksejajaran yang dihadapi oleh perempuan desa. Setelah ia mencoba me�lindungi salah satu pasiennya dari kekerasan domestik (rumah tangga), Saadawi kembali ke Kairo. Ia menjadi direktur Kesehatan Masyarakat dan menikah dengan suami ketiga, Sherif Hetata. Hetata adalah seorang dokter dan penulis serta pernah dihukum selama 13 tahun. Tahun 1972, ia menerbitkan buku Al�Mar’a wa Al-Jins (Woman and Sex), yang menentang berbagai agresi terhadap tubuh perempuan, termasuk sunatan alat kelamin perempuan. Buku teks tersebut menjadi dasar gerakan gelombang feminisme kedua. Sebagai konsekuensi dari buku dan aktivitas politiknya, Saadawi dikeluarkan dari posisinya sebagai menteri kesehatan. Penekanan yang sama menyebabkan ia hengkang dari posisisnya sebagai editor kepala Jurnal Kesehatan dan Asisten Sekjen Asosiasi Medis di Mesir. Dari tahun 1973-1976 ia bekerja untuk riset bagi kaum perempuan dan kejiwaan di Fakultas Kedokteran, Ain Shams University.
Dari tahun 1979-1980 ia adalah penasihat PBB untuk Program Perempuan di Afrika (ECA) dan Timur Tengah (ECWA). Dipandang berbahaya dan kontroversial oleh pemerintah Mesir, tahun 1981 Saadawi membantu penerbitan majalah perempuan, Confrontation, ia dipenjara oleh Presiden Anwar al-Sadat. Ia akhirnya dibebaskan setahun kemudian, setelah sebulan sesudah terbunuhnya Presiden Mesir, Anwar Sadat. Selama pengalamnnya ia menulis:
“Bahaya menjadi bagian dari hidup saya semenjak saya memegang pulpen dan menulis. Tak ada yang lebih berbahaya daripada kebenaran di sebuah dunia yang penuh kebohongan.”
Nawal el-Saadawi adalah salah seorang penghuni penjara Qanatir Women’s Prison. Pengalamannya ia tulis dalam memoirnya berjudul Mudhakkirati Fi Sijn An-nisa (Memoir from the Women’s Prison, 1983) dan selama berada di Qanatir ia menulis A Woman at Point Zero pada tahun 1975.
Tahun 1988, ketika hidupnya terancam oleh penderitaan kaum islamis dan politisi, Saadawi dipaksa meninggalkan Mesir. Ia menerima tawaran untuk menjadi pengajar di Jurusan Bahasa Asia Afrika, Duke University North Carolina, dan juga di University of Washington, Seattle. Sejak saat itu ia menempati posisi di sejumlah sekolah terkenal termasuk Cairo University, Harvard, Yale, Columbia, the Sorbone, Georgetown, Florida state University, dan di University of California, Berkeley. Tahun 1966 ia kembali ke Mesir, Nawal El-Saadawi menjadi pembicara yang lancar berbahasa Inggris sebagai pelengkap bahasa Arab.
Ia terus melanjutkan aktivitasnya dan mencalonkan pemilihan Presiden Mesir tahun 2005. Ia dianugerahi award untuk North-South Prize oleh the Council of Europe tahun 2004. Pada tahun 2012 ia menjadi salah satu orang yang melakukan protes tentang penghapusan instruksi agama di sekolah-sekolah di Mesir.
Pada saat kecil, ia mengalami sunatan alat kelamin. Ketika dewasa, ia menulis dan mengkritisi praktik sunatan tersebut. Ia mengacu pada seorang anak berusia 12 tahun, Bedour Shaker, yang meninggal saat operasi sunatan tahun 2007. Berdasarkan pada kejadian tersebut, ia menulis.
“Bedou apakah kamu harus meninggal untuk cahaya yang bersinar dalam pemikiran yang gelap? Apakah kamu harus membayar hidupmu yang indah untuk membayar dokter atau dukun sunat untuk belajar bahwa agama yang benartidak memotong organ manusia.”
Sebagai dokter dan aktivis hak-hak asasi manusia, Saadawi juga menentang pemotongan alat kelamin anak laki-laki. Ia percaya bahwa anak laki-laki maupun perempuan pantas mendapat perlindungan dari sunatan alat kelamin.Nawal El-Saadawi adalah pendiri dan pimpinan Asosiasi Solidaritas perempuan arab (Arab Women’s Solidarity Assoiation) dan juga pendiri Asosiasi untuk hak-hak asasi arab (The Arab Assotiation for Human Rights). Ia dianugerahi penghargaan di tiga benua. Tahun 2004, Ia memenangkan hadiah North-South dari the Coucil of Europe. Tahun 2005 ia menerima hadiah dari Inana International Prize in Belgia. Nawal el Saadawi telah menjadi penulis di the Supreme Council untuk ilmu pengetahuan dan seni di Kairo.
Ia pernah menjabat direktur jenderal departemen pendidikan dan ke�sehatan, dan menjadi menteri kesehatan dan sekjen asosiasi kesehatan. Dokter sekaligus aktivis ini adalah pendiri asosiasi Pendidikan Kesehatan dan Asosiasi Penulis Perempuan Mesir. Perempuan yang berprofesi dokter ini juga sebagai pemimpin editor Majalah Kesehatan di Kairo dan majalah Asosiasi Medis
Komentar
Posting Komentar