Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2018

*Kader Marhaenis Kendari dalam upaya perjuangan real bagi marhaen*

*Kader Marhaenis Kendari dalam upaya perjuangan real bagi marhaen* Sejatinya Marhaenis harus selalu beririsan atau berbaur dengan kaum Mustadl'afin, dalam Ideologi Marhaenisme kaum tersebut lebih tepatnya adalah kaum Marhaen. Untuk menjewantahkan ajaran Marhaenisme pula harus terlebih dahulu menjadi Kader Marhaenis secara ideologi. Ideologi Marhaenisme kiranya menjadi pematik utama para Marhaenis untuk selalu bersama kaum yang lemah. Bersama dalam arti mampu berbuat secara pemikiran dan tindakan yang Konkrit terhadap mereka. Tak usah terlalu Muluk-muluk untuk mencapai hal konkrit yang berarti bagi kaum marhaen. cukup bercengkrama lalu menampung keluh kesah mereka yang selama ini, yang terus-rerusan ditindas Oleh sistem kapitalis yang semakin menindas. Sementara bentuk penindasan dalam hal apapun kepada yang lemah adalah menjadi antitesa dari cara pikir marhaenis. Tak cukup dengan dengan menampung tetapi harus dibarengi dengan penuangan idea & tindakan real bagi marhaen. Untu...

Merefleksi Potret Kartini Oleh Fitra Wahyuni

MEREFLEKSI POTRET KARTINI Sampai saat ini budaya Patriarki masih langgeng berkembang dalam kancah dunia, tak terkecuali di Indonesia. Budaya ini dapat ditemukan dalam berbagai aspek dan ruang lingkup, seperti dalam ranah ekonomi, sosial, pendidikan, domestik, hukum pun masuk dalam ranah kekuasaanya. Budaya patriarki adalah ranah yang mengangkat/menempatkan laki-laki pada posisi sentral dan menjadikannya sebagai pihak yang superior terhadap lawan jenisnya.  Hal ini berimbas sangat besar pada keberlangsungan historis peradaban eksistensi kaum perempuan.Masih segar diingatan kita tentang cerita-cerita nenek moyang yang  membatasi ruang gerak para perempuan.  Di Indonesia sendiri  jikalau kita berbicara soal ketertindasan perempuan maka akan identik dengan sosok pejuang, sosok pendobrak , sang bunga revolusi kebudayaan kolot, ialah Ibu Kita Kartini. Lahir pada 21 April 1879 di Mayong Kabupaten Jepara, ditahun yang sama saat berkecamuknya Revolus...

Melawan Eksploitasi Laki-Laki oleh Sarinah Imah dan Sarinah Risma

Goresan penaku. Menggores dalam diam, berdiam dalam goresan. Perempuan bagaikan racun yang membuat laki-laki lahap keracunan, pula sebaliknya. Secara spesifik goresan kali ini menjerumus ke hal perempuan. Tidakkah masih banyak juga laki-laki yang masih mendewi tololkan perempuan hanya untuk memuaskan nafsu belaka "hanya sebatas itu" dan selalu menganggap perempuan selalu berada ditataran level yang rendah daripadanya. Tak bisa dinafikan lagi perempuan selalu di eksploitasi perannya dalam lingkup-lingkup sosial, lebih-lebih kalau sudah menjerumus ke hal perasaan. wanita selalu jadi korban dari eksploitasi perasaan lelaki. Hal ini kemudian seiring berjalannya waktu perempuan mulai sadar akan hal itu bahwa pada substansinya perempuan harus berani keluar dari dogma buruk itu lalu memberikan penekanan kepada lelaki bahwa wanita juga adalah manusia yang mempunyai kemerdekaan yang sama , bukan untuk mengukungnya. Para perempuan mulai berfikir bahwa mereka harus berubah mereka tidak...